Monday, May 21, 2007

100% PNS


Pak Murti membagikan kertas itu satu per satu kepada kami yang berada di dalam ruangan server. Saya, Lesika, Isnaldi dan Ocha menerimanya dengan senang hati, sambil tidak henti-hentinya mengeluarkan omongan yang berhubungan dengan kertas tersebut. Berhargakah kertas itu? Waahh... pastinya dong!

Kertas-kertas yang dibagikan oleh Pak Murti beberapa hari yang lalu itu merupakan ketetapan status kami di Pegawai Negeri karena kertas tersebut menandakan bahwa mulai saat itu atau kalau menurut yang tertulis dalam kertas tersebut yaitu terhitung mulai tanggal 1 Mei 2007, status kami benar-benar sudah menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), bukan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) lagi. Kertas tersebut merupakan Surat Keputusan (SK) pengangkatan kami menjadi PNS.

Menjadi PNS yang benar-benar PNS apa rasanya ya? Pastinya sih lega ... senang juga... tapi kalau ditelaah lebih lanjut, kok biasa aja ya? Biasanya mungkin karena pemberian SK itu langsung begitu saja, oleh Pak Murti yang ruang kerjanya satu ruangan dengan kami. Dulu, waktu pemberian SK CPNS, kami khusus dikumpulkan di ruangan Pak Harno, di bagian Perencanaan, dan SK dibagikan satu per satu oleh Pak Harno kepada kami, setelah itu Pak Harno memberikan wejangan, masukan bahkan cerita kepada kami mengenai Pegawai Negeri dan gimana or bagaimana Pegawai Negeri itu, jadi ada semacam pertemuan kecil-kecilan gitu. Kalau kali ini sih tidak ada yang begituan lagi, karena Pak Murti langsung memberikan SK nya kepada kami, pemberiannya pun dalam keadaan yang santai banget, engga ada resmi-resmian deh. Yaa... memang kali ini yang memberikan SK adalah Pak Murti, bukan Pak Harno lagi karena memang Pak Murti lah yang mengurusi soal pengangkatan pegawai di wilayah Sekretariat Jenderal (Sekjen). Karena Biro Kepegawaian dan Organisasi merupakan unit kerja di bawah Sekjen, maka otomatis pengangkatan kami pun diurus oleh Pak Murti. Karena Pak Murti adalah bapak yang rajin dan baiknya minta ampun, maka pengangkatan kami atau maksudnya SK kami pun cepat kami terima dan urusan penggajian kami dengan kas negara pun diurus dengan serius oleh Pak Murti sendiri. Makasih banyak ya, Pak ... karena kami banyak dibantu dan tidak direpotkan, padahal masih banyak pegawai di unit kerja lain yang mungkin mengalami kerepotan karena mengurusi hal-hal tersebut sendirian.

Menjadi PNS setelah setahun menjadi CPNS memang tidak ada bedanya, sama saja, karena rutinitas kerjanya sama saja. Pekerjaannya sama, kehidupan kerjanya pun sama, yang berubah mungkin masa kerja kami yang sudah setahun lebih, berarti masih ada 3 tahunan lagi untuk naik pangkat (duillee... cepet-cepet banget pingin naik pangkat) dan yang utama nih, gaji kami sudah 100% penuh... full deh! Kemarin kan waktu statusnya CPNS, menurut peraturan pemerintah, gaji pokok yang kami terima cuma 80% nya dan sudah menjadi aturan pemerintah pula bahwa jangka waktu dari CPNS menjadi PNS adalah minimal 1 tahun, setelah itu dapat diangkat menjadi PNS, tapi tentunya dengan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut adalah sudah mengikuti Prajabatan, adanya surat kesehatan hasil test kesehatan dari rumah sakit pemerintah yang menyatakan bahwa seorang pegawai sehat dan layak diangkat menjadi PNS; dan surat penilaian kinerja (DP3) dari unit kerja masing-masing. Prajabatan sendiri sudah kami ikuti pada tanggal 27 Agustus 2006 sampai dengan 9 September 2006 yang lalu. Sedangkan test kesehatan dilakukan sesuai dengan keinginan masing-masing mau melakukan test kesehatan dimana, asalkan merupakan rumah sakit pemerintah. Lesika, Isnaldi dan Ocha melakukan test kesehatan di RS Tarakan, sedangkan saya di RS Cipto Mangunkusumo... ya... seneng-senengnya aja or nyaman-nyamannya aja mau test kesehatan di mana. Umumnya test kesehatan tuh meliputi pemeriksaan darah dan urin lengkap, ditambah dengan pemeriksaan atau rontgen paru-paru. Rekomendasi dari rumah sakit, berdasarkan hasil test kesehatan tersebut lah, yang memberikan masukan apakah kami sehat or layak atau tidak untuk diangkat menjadi PNS. Umumnya jika tidak ditemukan hal-hal yang serius sekali dari hasil pemeriksaan kesehatan maka rekomendasi layak menjadi PNS merupakan hal yang umum dilaporkan. Kalau DP3 itu sih terserah dari kepala bagian unit kerja yang bersangkutan yang menilai. Umumnya kalau kita menjadi seorang pegawai yang baik maka DP3 nya pun nilainya juga baik.

PNS selalu dihubungkan dengan kaya raya mendadak or menjadi koruptor. Entahlah stigma itu benar atau tidak, tapi sesuai dengan pandangan mata kami, menjadi PNS yang benar umumnya adalah gali lubang tutup lubang...he..he.. atau umumnya ngutang dulu, terus gajian buat bayar hutang dan nantinya pas uang sudah menyusut ... yyyaaa... ngutang lagi deh!! Begitu kali yeee... tapi mungkin ini hanya sebagian saja, ada pula yang gajinya cukup buat kehidupan rumah tangganya, bahkan mungkin memang benar ada sebagian yang kaya raya, entah dari mana kekayaannya, tidak mau ah su’udzon atau pun ghibah. Tapi memang benar, jika menjadi PNS yang benar, maka terasa sekali bahwa gaji seorang PNS sangatlah kecil, sedangkan kebutuhan hidup makin lama makin banyak dan keadaan perekonomian negara pun makin sulit, sementara itu kita sebagai PNS dituntut untuk menjadi PNS yang kinerjanya bener-bener great, berhubung kita adalah abdi negara, rasanya ngak adil aja gitu, PNS dituntut untuk berjuang buat negara (ceillee...) sementara gajinya kecil, sedangkan sektor swasta...hmmm.... kayaknya cuma buat nyari profit sebesar-besarnya aja dehhh... he...he... tapi ini cuma pandangan kami loohh.... pandangan kami ini ditujukan untuk sebagian PNS yang memang bener-bener murni berjuang buat keluarga dan negaranya, sedangkan PNS lainnya dengan seribu satu alasan kerja or seribu satu malam kinerjanya and how they collect money.... yaa... wallahu alam deh! Bingung ya? Saya juga bingung nih...hii..hiii... maklum bukan orang yang pinter dalam bidang komunikasi sih jadinya ngomongnya ngaco! Tapi ya itulaahh... stigma bahwa PNS pasti koruptor itu sudah menjadi pandangan umum, susah banget dihilangkan, padahal korupsi tidak hanya terjadi di pemerintahan, tapi juga dapat terjadi di perusahaan swasta, sayangnya di swasta memang tidak terlalu di blow up, berhubung memang sih karena di swasta punya urusan dalam negeri sendiri dan memang bukan uang rakyat, di samping memang karena rumus bahwa Pemerintah = PNS = Koruptor sudah dihapal diluar kepala setiap orang, dari mulai anak kecil sampai orang dewasa or orang tua, melebihi rumus Einstein, Phytagoras, bahkan pertambahan or perkalian aritmatika (hi...hi... ngak-nyambung.com). Sebel memang sama stigma itu. Yaa.. contohnya seperti pengalaman kami waktu diterima menjadi Pegawai Negeri, pasti orang yang tahu kami menjadi PNS langsung mengucapkan selamat, karena memang menjadi Pegawai Negeri tuh susah banget, harus melalui berbagai test saringan masuk dan melawan beribu-ribu bahkan berjuta-juta rakyat Indonesia, disamping juga karena menjadi PNS ada kelebihannya yaitu adanya pensiun di hari tua dan tidak adanya PHK, namun selain ucapan selamat pasti ujung-ujungnya ada ucapan yang garis besarnya begini ... ”bayar berapa biar bisa masuk kesana??” *guabraaakkk*.... rada nyelekit sih, padahal kami nih, di Depkominfo, penerimaan PNS tahun 2006 kemarin, murni masuk lewat test, saringan dan penyeleksian, sama sekali engga ada uang-uang an deh.... jadi asli lewat perekrutan yang benar gitu... kalau bagi kami yang bisa masuk menjadi PNS yang murni tanpa uang-uang an yaa... untung banget or untung-untung an deehh... karena ya engga tahu deh kalau di tempat lain or departemen lain gimana perekrutannya... apa ada yang main uang atau tidak... ya... wallahu alam... sekali lagi engga mau su’udzon atau pun ghibah... tapi ya balik lagi, engga bisa juga sih menyalahkan masyarakat yang ngomong begitu, karena ya itu tuh.... rumus di atas sudah dihapal banget sama masyarakat... disamping selain dihapal ternyata rumus itu memang bukan sembarang rumus karena rumus itu mungkin sudah ada pembuktian dan contoh-contoh konkretnya gitu!

Sebenarnya, selain masalah uang dan stigma koruptor, menjadi PNS juga perlu perjuangan yang lebih keras, berhubungan dengan fasilitas kerja dan kebiasaan kerja, jadi mungkin kerja kerasnya mesti berlipat-lipat. Nah lho kok bisa, kan Pemerintahan mah banyak uangnya, jadi fasilitas kerja bisa menunjang dong? Wah, emang kali ya banyak uang, cuma kan mesti lewat birokrasi or garis besarnya ada aturan dan cara mainnya sendiri, engga bisa seenaknya aja, engga bisa semaunya kita. Jadi yaa... pertama-tama, terima aja dulu deh situasi kerja dan budaya kerjanya gimana and then dibuat happy, karenanya rumus pertama jadi PNS tuh harus sabar, jangan cengeng, karena kalau cengeng... wadduuhh... bakalan engga betah deh jadi PNS karena jadi PNS tuh ternyata banyak ujiannya, tidak seenak seperti bayangan kebanyakan orang lho! Trus, jika memang budaya kerjanya tidak menunjang dan belum ada prasarana penunjang buat kerja, ya udah buat diri sendiri gimana punya tekat untuk bergiat bekerja dan berguna buat diri sendiri atau orang lain, atau minimalnya pemikirannya gini, buat diri sendiri berkreasi dengan tujuan biar diri sendiri bisa tambah pinter, who cares about lainnya or hal lainnya deh, yang penting nih otak engga karatan dan engga tumpul. Nah, itu tuh rumus kedua setelah sabar. Kadang kita sering mensyaratkan bahwa kita akan berubah jika lingkungan kita sudah berubah terlebih dahulu, padahal kalau pemikiran itu tetap ada di otak kita, kita akan mati kaku karena kita tidak mau mencoba melangkah... ceillee... sok bijak nih... so... mangkanya.... gimana pun... harus tetep dimulai dari diri sendiri, minimal seperti yang dijelasin di atas, membuat diri sendiri giat bekerja tanpa menunggu yang lain bekerja dahulu. Tapi kalau dipikir-pikir memang susah sih, mau bekerja giat dan dimulai dari diri sendiri tapi kalau engga ada fasilitas yang menunjang, misalnya tidak ada komputer buat memperlancar kerja, gimana dong? Bete juga kan.... Masak kerjaannya cuma ngekonsep or baca buku pelajaran aja, berasa kuliah deh! Kami sebenarnya sempat mengalami fase tersebut tapi garis besarnya kami bisa melaluinya karena kami menerima apa pun kerjaan yang disodorkan kepada kami, rumusnya cuma satu yaitu kami digaji so kami harus bekerja biar engga makan gaji buta dan anggaplah segala hal yang mesti dikerjakan merupakan hal-hal pembelajaran dan menambah ilmu buat kami, engga boleh ada kata sombong bahwa suatu pekerjaan bukan level kami atau tidak sesuai dengan ijazah kami. Nah, yang ini rumus ketiga. Pokoknya kerja yang baek aja deh, kalau kerjanya bagus Insya Allah bakalan dianggap dan diperhitungkan kok oleh para pejabat di lingkungan kerja masing-masing, bahkan kehadiran CPNS baru dapat dianggap memberikan suasana baru dan banyak membantu pekerjaan para senior lainnya, dengan catatan nih para CPNS baru tidak boleh sombong terhadap senior, apa pun titelnya, mau S1, S2, S3, S Teler, S Krim or S lainnya .... mesti harus tetap kudu bersikap sopan dan ramah terhadap orang yang lebih tua dari kita atau yang sudah bekerja lebih dahulu dari kita, gimana pun mereka, karena percaya deh, kalau kita baik sama orang maka orang akan baik juga kok sama kita. Jadi intinya sih kerja sama yang baik gitu, simbiosis mutualisma, saling menguntungkan kedua belah pihak. Kalau kedua belah pihak saling untung dan senang kan jadinya situasi kerja menjadi menyenangkan, kalau situasi kerjanya enak, maka Insya Allah kerjaan bawaannya enak aja dan bisa bikin betah. Kalau sudah betah dan nyaman, Insya Allah akan bahagia-bahagia aja deh kerjanya. Tapi walau sudah nyaman dan betah, tetap harus berusaha untuk melakukan perubahan jika situasi kerjanya masih dianggap jauh dari pemikiran layaknya situasi kerja seperti yang ada di dalam bayangan otak kita; dan juga jika sistem serta prosedur suatu kerjaan jauh dari kata baik atau bagus. Ide-ide kreatif bisa disampaikan kepada para pejabat terdekat (Kasubag / Kabag) dan mudah-mudahan bisa diperjuangkan untuk diwujudkan, jadi sabar-sabar aja (back to rumus 1), bisa saja direalisasikan sekarang atau bahkan tahun depannya atau bahkan tahun-tahun berikutnya .... he...he... sesuai dengan rencana kerja dan dana tahunan siihh.... tapi kalau diusahakan dengan keukeuh tanpa menyerah dan kerjasama dengan para Kabag dan Kasubag berjalan dengan baik, dalam arti para pejabat juga mau mendengarkan masukan para pegawainya, Insya Allah sih apa yang diinginkan, demi kebaikan bersama, bisa dapat direalisasikan. Jika semua sudah diusahakan demi kebaikan diri sendiri dan of course buat orang lain, rumus terakhir yaaa... pasraahh dan tawakal aja...he...he... kan dunia ini panggung sandiwara, tidak semua keinginan bisa tercapai, so banyak-banyak berdo’a aja deehh..... di samping itu kan hidup ini adalah ujian dan selama kita hidup selama itulah Allah menguji kita sehingga bisa tampak jelas mana yang bersyukur mana yang tidak... ceiillee... kayak ustadzah aja neehhh.... dan yang ngak kalah penting lagi nih yaitu ikhlas, menjadi ikhlas tuh sebenarnya susah banget, tapi ya mau gimana lagi.... harus tetap diusahakan... karenanya balik lagi seperti dijelaskan di atas, banyak-banyak berdo’a, mudah-mudahan menjadi PNS itu adalah berkah buat kita, bukan ujian berat buat kita.... (seperti yang dibilang di atas, jadi PNS itu banyak ujiannya lho, jadi mesti sabar dan kuat iman nih). Kalau sudah pasrah dan ikhlas... yaaa... ikuti saja.... life must go on and titik deehhh ....hii...hiii... penjelasan mengenai PNS yang jelek banget ya? Well, engga tahu deh jadi PNS tuh gimana dan mesti gimana, masing-masing orang pasti punya konsep dan pemikirannya sendiri-sendiri. So... jadii.... menjadi PNS.... gimana dong? Duuhhh.... ngak tahu yaa.... mungkin tujuh lima dua lima... cepek .... eehh... capeekkk deehhhh.......!!!

No comments: